SELAMAT DATANG di Bintang Maya ...

Sebuah blog sederhana sebagai media menulis untuk publik.
Tempat berbagi cerita, pengetahuan, dan informasi. Semoga bermanfaat ...

Senin, 20 Februari 2012

Cerpen "Loh Kok?"



LHO KOK !?

Seorang pemuda dengan gitar ditangannya tengah mengalunkan sebuah lagu yang terdengar sangat indah diatas sebuah bis. Lagu yang dibawakannya terasa sangat romantis untuk dinyanyikan disaat turun hujan seperti saat ini. Hemmm... lagu ini adalah lagu favorite-ku. Maka tak heran, dari tadi aku sangat menikmatinya, menikmati suara merdu sang penyanyi dan dentingan gitarnya sembari membiarkan lamunanku menerawang jauh.
Para penumpang bis yang juga sibuk dengan pikiran dan lamunannya masing-masing menoleh sebentar kearah pemuda itu sebelum akhirnya mereka semua melanjutkan kembali lamunannya.
Sama seperti penumpang lainnya, aku pun hanya sekilas memperhatikan tubuh yang sedang berdiri di muka bis tersebut. Tak ada yang istimewa dari pemuda itu. Penampilannya yang terlihat kumal ditambah dengan kaos oblong dan topinya yang sudah dekil, membuatnya tampak sangat lusuh. Hanya saja suara dan permainan gitarnya itu yang membuat aku tertarik untuk lebih memperhatikannya lagi.
“ Permisi, mbak, “ tiba-tiba suara pemuda itu menyadarkanku dari lamunan. Dilepaskan penutup kepalanya yang sudah dekil itu dan segera disodorkannya padaku. Saat itu aku baru ngeh kalau lagu indah yang dibawakannya telah selesai dia nyanyikan. Aku merogoh saku kemejaku, lalu kumasukkan selembar uang seribu rupiahan ke dalam topi bututnya.
“ Terima kasih, ” ucapnya lagi sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya, lalu beranjak dari tempatnya tadi berdiri.
Aku masih terus memperhatikan sosok lelaki itu. Orang ini... Rasa-rasanya sosok yang kulihat ini tak asing lagi bagiku. Seorang pemuda yang walaupun tampak kacau namun masih dapat terlihat jelas kalau sebenarnya dia itu manis, apalagi senyuman itu... Pemuda manis dengan lesung pipi. Tiba-tiba aku seperti teringat akan sesuatu... Ya, aku tahu! Adit. Dia adalah orang yang pernah satu sekolah denganku, saat di SMA dulu.
Tak berapa lama kemudian, bis yang aku tumpangi berhenti di depan sebuah halte. Lagi-lagi aku sampai tidak sadar kalau itu adalah tempat tujuan pemberhentianku. Sial! Hujan di luar sana masih juga belum reda, malah semakin deras. Aku pun segera bersiap-siap untuk menerobos derasnya hujan itu. 
“ Turun disini, mbak? “ lagi-lagi suara itu muncul tiba-tiba.
“ Emm, eh, iya, “ jawabku kaget.
“ Mari! “ pemuda itu merentangkan jaket kulitnya di atas kepalaku yang entah dari mana asalnya, karena setahuku tadi dia tidak membawanya. Kemudian kami berdua pun turun dari bis dan berjalan berdampingan menuju sebuah halte. Di halte itu kami berteduh dan berlindung dari terpaan air hujan.
“ Makasih ya, Dit, “ ucapku singkat membuka pembicaraan. Sengaja saat itu ku sebut namanya, habis bagaimana lagi... aku sendiri merasa penasaran dengan apa yang ku lihat. Apa benar dia Adit yang ku kenal?
Mendengar ucapanku, pemuda itu menatap ke arahku dan tersenyum. Lagi-lagi dia memamerkan lesung pipinya yang memang sangat manis.
“ Sama-sama, mbak Indy, “ jawabnya perlahan.
What ? Dia tahu namaku. Berarti dia benar Adit yang aku kenal. Rasa penasaranku akan sosok ini pun akhirnya terjawab. Ups... tapi kini aku malah jadi serba salah dan salah tingkah...
Beberapa menit berlalu tanpa ada yang bersuara. Hening.
            Dari ekor mataku, ku lihat Adit sedang memperhatikan ke arahku. Deg! Aku jadi tambah salah tingkah.
“ Emh... Apa kabar mbak? “ Adit mencoba memecahkan keheningan. Tapi suaranya terdengar samar karena derasnya hujan.
“ Baik. Kamu gimana? “ jawabku dengan volume suara yang agak diperbesar.
Aduh... Kata-kata yang keluar dari mulutku malah terdengar norak dan basa basi.
            “ Aku baik, “ ucap Adit singkat. Setelah berbasa-basi akhirnya pertemuan kita harus berakhir. Karena...
            “ Terminal, terminal!! “ terdengar suara seorang kondektur bis yang berbaur dengan bunyi derasnya hujan.
“ Yuk, Dit, duluan, “ ucapku pamit.
“ Mbak naik ini? “ tanya Adit setengah berteriak.
“ Hati-hati ya mbak! “
Aku melambaikan tangan dan berlari menuju bis.

            Hemft! pertemuan yang tak terduga dengan makhluk manis dalam bis itu membuatku kembali mengingat-ingat lagi kejadian 2 tahun lalu, dimana saat itu aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Dan disaat yang sama pula Adit ternyata adalah adik kelasku.
Seingatku, Adit adalah sosok yang cukup populer di lingkungan sekolah. Tidak hanya karena dia adalah anak dari seorang pengusaha kaya yang juga jadi donatur tetap di sekolah, tapi karena dia juga punya otak yang bisa dibilang encer. Ditambah lagi physically-nya yang oke punya... membuat Adit tambah TOP di sekolah. Wataknya yang ramah membuatnya bisa dekat dengan siapa saja. Termasuk aku yang nota bene kakak kelasnya.
            Mungkin dari semua yang aku ingat, ada satu hal yang paling berkesan. Bila mengingat kejadian itu, aku jadi merasa geli sendiri. Lucu. Saat dimana Adit tiba-tiba mengungkapkan cintanya padaku. Aku bingung dan terheran-heran. Seorang Adit yang sangat kalem bisa berbuat senekat itu untuk nembak aku.

            “ Aduh, Dit, maaf. Mungkin kalau kamu minta mbak jadi kakak kamu, mbak mau. Tapi buat jadi cewek kamu, kayaknya enggak deh... “ Mungkin hanya itu yang bisa aku katakan pada Adit waktu itu. Karena aku sendiri tidak tahu pasti kenapa Adit bisa begitu menyukaiku dan ingin aku jadi pacarnya. Yang aku tahu, dia adalah adik kelasku yang aku anggap seperti adikku sendiri. Cuma itu.
            “ Kenapa ? Karena aku lebih muda dari mbak? “
            “ Mungkin iya, “ jawabku singkat. Aku takut Adit yang saat itu masih polos salah menilai semua bentuk perhatianku.   
“ Aku terima keputusan mbak, “ ucap Adit lagi. Aku sempat merasa kaget dengan ucapannya kali ini, karena dari sorot matanya terdapat kesungguhan yang dalam. “ Suatu saat aku akan buktikan sama mbak kalau aku bisa jadi orang yang mbak mau. Aku bisa jadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab. “ 
Setelah kejadian itu, aku jadi jarang bertemu Adit. Apalagi waktu itu aku mulai disibukkan dengan ujian kelulusan. Hingga akhirnya aku lulus dan harus benar-benar tak bertemu lagi dengan Adit.
Ada sedikit perasaan bersalah pada Adit waktu itu. Aku takut dia marah dan kecewa. Tapi memang saat itu aku tak tahu harus bagaimana... Mungkin bukan salah Adit juga bisa senekat itu. Soalnya, kata orang, cinta itu aneh. Cinta itu buta dan gak punya mata. Makanya, cinta bisa datang pada siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

“ Indy, ada teman kamu tuh di depan! “ Suara bunda memanggil.
Siapa sih yang datang pagi-pagi begini... Apa dirumahnya gak punya jam!? Aku tengok jam besar yang terpasang di dinding kamarku, baru pukul 6 pagi. Huahh!?
            “ Selamat pagi, mbak! “ sapa seorang lelaki lembut ketika pintu terbuka.
            “ Adit!? “ ucapku kaget.
Adit pagi ini berbeda sekali dengan Adit yang kemarin. Pakaiannya begitu rapi, harum dan bersih. Dengan penampilannya yang sekarang, Adit jadi seratus kali lebih keren. Degh! Jantungku tiba-tiba berdegub kencang. Timbul perasaan aneh ketika aku melihat senyumnya. Senyum yang selalu membuatku iri, karena terlalu manis untuk seorang cowok.
            “ Hello!? “ Adit melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku yang sedang terbengong-bengong mengagumi ciptaan Tuhan yang satu ini.
            “ Eh, kenapa? “ tanyaku blo’on.
Adit terkekeh melihat ekspresiku yang gak banget itu. Aduh biyung... malu banget deh ! Kayaknya wajahku kini mulai memerah, lebih merah dari udang rebus.
            “ Hari ini mbak gak ada kuliah kan? Keluar yuk! “ Tanpa ber-ba-bi-bu aku meng-iya-kan ajakan Adit. Seharian kita habiskan waktu bersama. Makan-makan, jalan-jalan, dan berbincang-bincang. Seharian ini pula aku kerepotan sendiri mengatur perasaanku. Apa aku mulai menyukai Adit? Apa aku jatuh cinta padanya?
Oh my God!  Ternyata kata orang tentang cinta itu benar. Cinta itu aneh. Cinta itu buta dan gak punya mata. Cinta bisa datang pada siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Ternyata hanya dalam hitungan jam aku bisa merasakan yang namanya jatuh cinta. Dan rasanya sekarang di hatiku tumbuh taman bunga... Karena hari ini begitu indah.
            “ Mbak, ingat gak kejadian 2 tahun yang lalu? “ Adit membuka pembicaraan setibanya di depan rumahku. Pertanyaan itu membuat darahku mengalir dengan derasnya. Membuat jantungku seakan meloncat-loncat. Apa Adit mau mengulang peristiwa tempo lalu ? Adit mau nembak aku lagi?  Kalau iya, apa aku harus memberikan jawaban yang sama pula seperti tempo lalu? Mengingat perasaanku sekarang, mungkin tidak.
            “ Ooo... itu. Kenapa? “ ucapku coba menenangkan perasaan, seolah tak terjadi apa-apa.
            “ Sekarang, aku sudah membuktikan ucapanku kan? Aku bisa mengambil keputusan terbesar dalam hidupku. Aku bisa bersikap dewasa, mandiri, dan bertanggung jawab, paling tidak untuk diriku sendiri. Aku bisa kuliah dan membiayai kuliahku sendiri. Disamping itu, aku juga bisa tetap menyalurkan hobiku menyanyi, walaupun hanya sebatas penyanyi jalanan. Tapi aku bahagia. “ ucap Adit berpanjang lebar. Dari raut mukanya, Adit terlihat sangat serius, tak ada lagi sikap kekanak-kanakan seperti 2 tahun yang lalu.
“ Kalau Adit menyatakan cinta lagi sama mbak, seperti dulu. Adit yakin mbak bisa menerimanya. Kenapa? Karena sekarang Adit bisa jadi orang yang mbak mau, “ ucapnya lagi.
“ Tapi, mbak benar, mungkin Adit lebih cocok jadi adiknya mbak, daripada seorang pacar. Tidak ada status mantan dalam persaudaraan. Beda dengan pacaran. Karena Adit ingin selalu bisa mencintai dan menyayangi mbak dan Adit juga gak mau kehilangan mbak untuk kedua kalinya. “
            “ ??? “  Glek!!! Rasanya jantungku kini benar-benar terlepas dari tempatnya.
            Lho koq ???

***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar